Aku bertemu dengan gadis kecil itu lagi, dia nampak lelah, matanya sembab tanda habis menangis. Gadis itu berlari ke aku, betapa senangnya dia bertemu aku, seperti seorang bocah yang di beri mainan oleh orang tua nya.
"Kau habis menangis?"
"Tidak, siapa yang nangis? Hahaha" dia tertawa dan menjawab pertanyaanku dengan sebuah pertanyaan, "apa akan ada sebuah cerita panjang?"
"Hehehe" dia tertawa, sekali lagi tertawa! Dengan mata yang mulai berair kembali. Gadis itu duduk tepat di depanku, tak berani menatap mataku dan mulai bercerita, gadis itu bilang, dia telah bertemu seseorang, yang di anggap sebagai saudara tapi gadis itu masih berpikir, pantaskah dia di anggap saudara. "Apa yang membuatnya tak pantas?"
"Aku tak tau bagaimana rasanya punya kakak, punya saudara, bahkan kakak tak ku anggap sebagai saudara" dia berbicara seperti itu dengan menatap wajahku, se akan menunggu aku memberi respon,
"Kalau bukan sebagai saudara, sebagai apa?"
"Seseorang yang di takdirkan Tuhan untuk bertemu denganku, dan sisanya antara Tuhan dan kakak"
Dia melanjutkan kembali ceritanya, ada banyak yang ku ketahui dari ceritanya, gadis ini bertemu di saat tidak tepat, dan beberapa omongan dari seseorang itu tak bisa di terima oleh gadis ini. "Apa salahnya mengalah? Apa salahnya mendengarkan? Apa salahnya diam dan mengikuti omongannya?"
Dia terdiam, menangis, ekpresi wajahnya menunjukan ketidak terimaan dan marah "ternyata kakak sama seperti dia, sama seperti mereka!". Oh tuhan! Aku salah dalam berbicara, betapa bodohnya aku, lupa kalau gadis ini sangat sensitif dan rapuh, betapa bodohnya aku tuhan! Aku membuatnya semakin down dan menangis! Manusia macam apa aku!.
"Maaf, aku tak bermaksud seperti itu, sekali lagi maaf" mintaku mengiba, dia menatap mataku, mataku yang sedang perih menahan air mata. Dia tertawa, lagi dan lagi, aku pun tersenyum, "betapa labilnya emosinya" batinku.
Dia melanjutkan ceritanya lagi, "aku loh dendam" bilangnya dengan riang, seriang itu padahal sedang mendendam, "dengan siapa?" Tanyaku heran,
"bukan dengan siapa tapi apa, kakak sih salah tanya mulu, hahaha"
"Oke.. jadi kamu dendam ke apa?"
"Tempat dimana aku bertemu dengannya, suatu saat, di saat aku kembali ketempat itu, aku akan mengingatnya, dan mungkin akan menangis, aku benci menangis, capek bikin ngantuk"
Aku pun membalas dengan senyuman, susah sekali menebak pola pikir kekanak-kanakan dari gadis ini.
"Kak ini pesan terakhir, ada saatnya nanti kakak bakal tau, pokoknya jangan tinggal aku sendiri, aku mohon, aku mulai percaya kakak, maaf belom bisa membuat kakak percaya kepadaku, terima kasih" dia tersenyum dan pergi meninggalkanku sendiri dengan pertanyaan yang belum aku ketahui jawabannya "apa yang disembunyikan gadis ini?" Pikirku.
"Kau habis menangis?"
"Tidak, siapa yang nangis? Hahaha" dia tertawa dan menjawab pertanyaanku dengan sebuah pertanyaan, "apa akan ada sebuah cerita panjang?"
"Hehehe" dia tertawa, sekali lagi tertawa! Dengan mata yang mulai berair kembali. Gadis itu duduk tepat di depanku, tak berani menatap mataku dan mulai bercerita, gadis itu bilang, dia telah bertemu seseorang, yang di anggap sebagai saudara tapi gadis itu masih berpikir, pantaskah dia di anggap saudara. "Apa yang membuatnya tak pantas?"
"Aku tak tau bagaimana rasanya punya kakak, punya saudara, bahkan kakak tak ku anggap sebagai saudara" dia berbicara seperti itu dengan menatap wajahku, se akan menunggu aku memberi respon,
"Kalau bukan sebagai saudara, sebagai apa?"
"Seseorang yang di takdirkan Tuhan untuk bertemu denganku, dan sisanya antara Tuhan dan kakak"
Dia melanjutkan kembali ceritanya, ada banyak yang ku ketahui dari ceritanya, gadis ini bertemu di saat tidak tepat, dan beberapa omongan dari seseorang itu tak bisa di terima oleh gadis ini. "Apa salahnya mengalah? Apa salahnya mendengarkan? Apa salahnya diam dan mengikuti omongannya?"
Dia terdiam, menangis, ekpresi wajahnya menunjukan ketidak terimaan dan marah "ternyata kakak sama seperti dia, sama seperti mereka!". Oh tuhan! Aku salah dalam berbicara, betapa bodohnya aku, lupa kalau gadis ini sangat sensitif dan rapuh, betapa bodohnya aku tuhan! Aku membuatnya semakin down dan menangis! Manusia macam apa aku!.
"Maaf, aku tak bermaksud seperti itu, sekali lagi maaf" mintaku mengiba, dia menatap mataku, mataku yang sedang perih menahan air mata. Dia tertawa, lagi dan lagi, aku pun tersenyum, "betapa labilnya emosinya" batinku.
Dia melanjutkan ceritanya lagi, "aku loh dendam" bilangnya dengan riang, seriang itu padahal sedang mendendam, "dengan siapa?" Tanyaku heran,
"bukan dengan siapa tapi apa, kakak sih salah tanya mulu, hahaha"
"Oke.. jadi kamu dendam ke apa?"
"Tempat dimana aku bertemu dengannya, suatu saat, di saat aku kembali ketempat itu, aku akan mengingatnya, dan mungkin akan menangis, aku benci menangis, capek bikin ngantuk"
Aku pun membalas dengan senyuman, susah sekali menebak pola pikir kekanak-kanakan dari gadis ini.
"Kak ini pesan terakhir, ada saatnya nanti kakak bakal tau, pokoknya jangan tinggal aku sendiri, aku mohon, aku mulai percaya kakak, maaf belom bisa membuat kakak percaya kepadaku, terima kasih" dia tersenyum dan pergi meninggalkanku sendiri dengan pertanyaan yang belum aku ketahui jawabannya "apa yang disembunyikan gadis ini?" Pikirku.
No comments:
Post a Comment