Lirik Lagu Dan - Sheila On 7

DAN - SHEILA ON 7


https://youtu.be/dGcGbF4ex5o

Dan, dan bila esok datang kembali
Seperti sedia kala dimana kau bisa bercanda
Dan, perlahan kaupun lupakan aku
Mimpi burukmu dimana tlah ku tancapkan duri tajam
Kaupun menangis, menangis sedih
Maafkan aku

Dan, bukan maksudku bukan inginku
Melukaimu sadarkan kau di sini kupun terluka
Melupakanmu menepikanmu
Maafkan aku

Reff :
Lupakan saja diriku
Bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar
Seperti dulu kala

Caci maki saja diriku
Bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar
Seperti dulu kala

Dan, bukan maksudku bukan inginku
Melukaimu sadarkan kau di sini kupun terluka
Melupakanmu menepikanmu
Maafkan aku


Kenapa aku memilih lagu ini sebagai konten, ya karena aku suka lagunya hahahah 😂

Ai For Love


"AI" FOR LOVE

Ai artinya cinta


Angin berhembus membelai lembut hijabku, aku suka suasana ini tenang dan damai membuatku sedikit lupa tentang masalahku kemarin, masalah besar yang menggegerkan semua keluarga tentang pilihanku mengambil kuliah jurusan PG-PAUD dan menetap di indonesia, semua keluargaku mengira aku salah ucap tapi itu memang benar-benar pilihanku, aku tak peduli mereka mau menerimanya atau tidak, setidaknya aku aku sudah bilang apa yang aku mau, tinggal mereka menyetujuinya atau tidak, apa sih yang salah dengan jurusan itu?, apasih salahnya aku tinggal lebih lama di Indonesia? Aku tau gaji seorang guru TK atau Paud tak lebih dari 500Ribu itu bukan masalah buatku, dan ya.. bukannya toleransi di Indonesia lebih besar dari pada tempat asalku?. Sebenarnya aku ini, hanya ingin menepati janjiku kepada temanku, temanku yang sudah bahagia di alam sana. Aku disini membantunya untuk meraih mimpinya, berbahagia dengan anak-anak, bertepuk riang dan lainnya yang sangat-sangat ingin dia lakukan, tapi sayang tuhan menjemputnya tanpa harus menunggu dia memwujudkan mimpinya
Air mataku mengalir mengingat hal itu, teman baikku yang sangat mengerti aku, yang sudah aku anggap saudaraku sendiri pergi meninggalkanku dengan sejuta kenangan terindah. “Ai!” seseorang memanggil namaku, aku pun melihat siapa yang memanggil aku, ternyata Anwar. Salah satu temanku dari Indonesia, dia orangnya sangat asik dan pandai berbahasa inggris, jadi setiap kali aku berbicara dengan orang Indonesia, dia dengan senang hati menerjemahkannya untukku, aku sudah lama kenal dengannya sejak pertama kali aku pindah dari jepang ke Indonesia.
Oh iya, aku belum memperkenalkan diriku, dulu namaku “Nozomi Ai” tapi setelah aku menjadi mualaf dan pindah ke Indonesia namaku menjadi “Aisyah” atau biasa dipanggil “Ai”. Aku punya banyak teman salah satunya “Agnes”, dia baik,ramah, penyayang, dan dia sangat suka anak-anak sehingga dia pengen sekali memilih jurusan PG-PAUD saat kuliah nanti, tapi takdir berkata lain, tuhan lebih merindukannya dan mengajaknya pulang ke alam sana. Terus ada “Aldi”, dia sama sepertiku seorang mualaf dan pindahan dari jepang, nama aslinya “Okumura Al” dia teman pertamaku dari aku kecil hingga sekarang, bahkan dia yang memperkenalkan aku dengan agamaku sekarang.
Siapa sangka Anwar akan menemukanku ditempat ini, tempat yang sudah sangat jarang aku kunjungi, aku ke taman belakang sekolah ketika sedang kacau saja, ya sama seperti sekarang, aku masih menuggu jawaban dari semua keluargaku, menunggu respon mereka tentang pilihanku, aku berharap mereka mau menerimanya tanpa harus membuat aku berdebat dengan keluarga, aku sayang keluargaku tapi aku benci harus mengingkari janji, “Ya allah, apa yang harus aku lakukan sekarang, pilihan apa yang benar-benar pas untukku” kalimat yang selalu terselip di dalam doa-doaku.
“hei Anwar, bagaimana kamu bisa menemukanku?” tanyaku pada Anwar, aku juga bingung bagaimana bisa dia masih ingat dengan tempat persembunyianku ini?
“it’s just feeling, hahaha”  jawab Anwar
“hahaha, it’s not funny my friend”
“aku tau kamu sedang banyak masalah, tenang aja, aku masih ada di sini,bukankah kita mendaftar di universitas yang sama?”
“iya sih, tapi aku masih takut keluargaku menolak pilihanku”
“positif thinking aja Ai, semua akan baik-baik saja, belive me and always pray to Allah”
“Arigatou Anwar’
“kalo gitu ayo pulang, sebelum itu ayo mampir ke toko buat beli ice cream, aku yang traktir” “serius nih? Wih Anwar tumben baik gini, hahaha”
Aku pun beranjak dari tempat dudukku, mengekor di belakang Anwar yang sudah lebih dahulu berjalan pulang, aku merasa bahagia sekarang, di saat aku bimbang dengan pilihanku dan ke putusan keluargaku, ternyata masih ada yang mau menemaniku, aku tak mau kehilangan dia, akan ku jaga dia, karna dia adalah sahabat terbaikku.
“kau mau ice cream apa?” suara Anwar membuatku tersadar dari lamunan sejenakku..
“errr.. aku coklat aja deh”
“ngelamun lagi?, mikir apa sih Ai?”
“nggak mikir apa-apa kok hehehe”
Sesampainya di rumah aku disambut dengan tatapan dingin keluargaku yang lain selain ibu, ibu masih menatapku dengan tatapan sayang yang menyejukkan, membuatku berpikir semua akan baik-baik saja..
“jadi nak Ai, kenapa kamu memilih jurusan itu? Bukankah kamu dulu minat di IT?” tanya pamanku
“begini ya paman, bukankah paman masih ingat dengan Agnes? Teman baikku yang sudah kita anggap keluarga sendiri?aku pernah janji ke dia untuk melanjutkan cita-citanya, dan aku sudah memantapkan hati untuk mengambil jurusan PG-PAUD itu”
“baiklah kalau pilihanmu udah bulat, kami tak melarang hal itu, tapi sia-sia saja bakatmu tentang IT, bila kamu mengambil jurusan itu”
“aku masih bisa mengembangkannya kok paman”
“ya sudah, kami menyetujui pilihanmu, jangan pernah menyesal akan pilihanmu sendiri”
“innsyaallah, Arigatou ojii-san”
Dengan perasaan bahagia aku pun mem-whatsapp Aldi dan Anwar tentang pendapat keluargaku..
minna, akhirnya allah mengabulkan doaku, keluargaku menerima pilihanku”
“alhamdulillah,itu kabar yang bagus” balas Anwar
“alhamdulillah Ai, it’s good news” balas Aldi
Sujud syukur aku berikan kepada Allah swt yang sudah mendengarkan doaku dan memberiku jawaban atas pertanyaanku.
Sudah seminggu sejak keluargaku menyetujui pilihanku, sekarang aku telah menjadi mahasiswa baru di universitas elit dan mengambil jurusan seperti apa yang aku mau, bahkan Anwar juga diterima di universitas ini, aku sangat-sangat bersyukur, tak perlu berpisah dengan sahabatku, cukup Aldi saja yang memilih kuliah di kota lain, saat ini aku tinggal membuktikan perjuanganku dan pilihanku itu benar, aku tak salah memilih dan aku tak akan kecewa dengan yang aku pilih, aku percaya, Allah telah memberikan jawaban ini sebagai pilihan yang terbaik untukku.
Hpku bergetar beberapa kali di saku celanaku, tandanya ada pesan whatsapp yang masuk, tapi siapa juga yang mengirim pesan sebanyak ini?
“Ai.. ada lomba loh, pas banget sama kita”
“ayo join.. mayan buat pengalaman”
“siapa tau menang, ini sesuai dengan kemampuanmu dan kemampuanku”
“ini juga bebas untuk maba dan senior”
“lomba membuat apl atau game gitu”
“nanti kita buat yang temanya tentang pendidikan, buat anak anak gitu, kan kamu calon guru paud hahaha”
Ternyata yang mengirim pesan banyak ke aku itu Anwar, dia memberitau kalo ada lomba tentang IT, bidang yang sangat aku kuasai dan minati dari kecil.
Aku pun berpikir, kayaknya ini kesempatanku untuk menunjukkan ke keluargaku, kalau aku masih bisa menggabungkan bakatku dengan pilihanku sekarang, “yosh Ai!! ini waktunya membuktikan diriku bisa! Ganbatte!” teriakku pada diriku sendiri, menyemangati diri sendiri itu perlu,
Hari demi hari aku dan Anwar berkerja keras bagaikan kuda hanya untuk menyelesaikan bahan untuk lomba itu, mempersiapkan aplikasinya, materinya, cara penggunaannya, bahkan cara penyampaian materinya nanti saat masuk final, sudah aku siapkan dengan matang semua, aku berharap lomba pertamaku yang telah menyandang status mahasiswa ini sempurna. Aku tak mau mengecewakan ibuku yang telah mendukung apapun pilihanku.
Tiap sholatku, di setiap doaku, aku selalu memohon kepada Allah swt semoga memberiku suatu keajaiban, aku ingin sekali membanggakan orang tuaku dengan jurusan yang aku pilih, aku hanya berharap menjadi salah satu juara. Hari yang ditunggu pun datang, hari pengumuman lomba itu, detak jantung yang susah di atur, berderu layaknya drum yang sedang di tabuh dengan cepat, aku benar-benar tak sanggup untuk melihat pengumuman lomba ini, pertama kalinya aku merasa segrogi ini saat menghadapi lomba, “what happen with you Ai? It’s just announcement, everthing will be okey, daijoubu” aku menenangkan diriku sendiri, ini cuma hal kecil, tak perlu takut, kalah menang biasa yang terpenting itu, “YAKIN, HARAPAN DAN DOA”.
“SELAMAT, KEPADA SAUDARA MOH. ANWAR DAN SAUDARI SITI AISYAH DENGAN APLIKASI “PEMBELAJARAN BAHASA ASING SECARA MUDAH KEPADA ANAK USIA DINI”, DINYATAKAN LOLOS MENUJU BABAK FINAL”
Sujud syukur aku berikan kepada Allah swt, aku sangat-sangat bahagia, tuhan benar-benar sayang aku, terimaksih Aldi yang telah mengenalkanku tentang agama islam, memberitauku kalau tuhan tidak pernah tidur, dan selalu mengabulkan doa dari semua umatnya. Percayalah, di setiap ada harapan, keyakinan dan di iringi doa yang tulus kepada tuhan, semuanya tidak ada yang tidak mungkin, tuhan itu maha pemurah lagi maha penyayang.
Selesai.


Intan Ayu Nuri Azizati, perempuan beruntung yang lahir dengan selamat, kelahiran Lamongan tanggal 09 Juni 2001, tinggal dan besar di Lamongan, lulusan Akuntansi di SMK ISLAM TIKUNG, sekarang Alhamdulillah menjadi Mahasiswa baru prodi PG-PAUD di UTM, ia jarang sekali menggunakan sosmed selain Whatsapp. 085816453220 adalah nomer whatsappnya dan @Batu_apung69 adalah akun Instagram resminya, jangan lupa blog resmiya batuapung69.blogspot.com.
            Cerpen ini pernah aku kirim dalam ajang lomba di prodiku, karena aku tak pandai menulis dan merangkai suatu cerita, aku pun gagal mendapatkan juara, seakarang aku posting di blog resmiku dengan judul berbeda 😊

Siapa Sangka Pulang Serumit Ini!


Medali, 28 September 2018
           



            Mungkin hampir 2 bulan aku menyandang gelar “mahasiswa”, dan ini pertama kalinya aku pulang ke rumah, ya benar-benar rumah, bukan kos, kontrakan atau sekret, tapi “Rumah” tempat keluarga ‘resmi’ ku berkumpul, harusnya aku bahagia karna pulang, sama seperti yang lain, menggebu-gebu saat pulang dan malas untuk kembali, tapi aku berpikir ada kalanya pulang itu menyenangkan, ada kalanya juga, pulang malah membuatmu tersiksa, saat kamu kembali, kamu akan merasakan rindu yang lebih parah.
            Aku lebay, ya memang! Aku menyamakan hidupku dengan si minke dalam urusan pulang, meskipun aku tak sepandai dan sejenius minke, tapi aku merasa ada kesamaan antara aku dan minke, sebuah alasan tersendiri aku memakai nama “Intan” bukan “Zia” layaknya Minke, yang menggunakan nama “ Minke” dari pada namanya yang diberikan oleh orang tuanya, satu hal lagi yang membuatku merasa mirip seorang Minke, yaitu hinaan keluarga terhadapku “buaya!” padahal aku tak bermain wanita atau pria disana, ya aku benar-benar menuntut ilmu.
            Hari jumat ya? Dan aku harus menunggu keberangkatan kapalnya, kenapa begitu lama? Aku muak akan hal ini, bias dibilang aku phobia menunggu, jika kamu jadi aku, kamu akan merasakan tersiksa ketika menunggu, rasa pusing, was-was, dan mual, menghantuimu, apalagi aku sedang menunggu diatas kapal! 2 kali lipat sengsara, aku mulai tertekan akan hal ini, tapi aku masih berusaha untuk tidak hilang kendali, lama menanti tapi kapal tak kunjung jalan, berapa lama aku harus menunggu? Berapa lama lagi aku akan sampai tujuanku? Memendam rasa mual dan pusing itu sakit, ya meskipun di kapal aku berjumpa dengan beberapa kenalanku, mereka lebih sibuk dan fokus ke kotak tipis ditangan mereka, yup handphone mereka, sedangkan aku? Ku ingin bermain-main dengan kotak tipis milikku, tapi itu malah membuatku semakin pusing, jadi pilihan utamanya adalah berhenti bermain handphone dan perbanyak sholawat.
            Kapal berlabuh, para penumpang pun berhamburan turun dari kapal, sedangkan aku? Aku sendiri dan tubuhku kecil, mudah sekali untuk menyelinap dan tiba-tiba berada di baris paling depan, aku bersyukur bisa melakukan hal itu, karna kuingin cepat sampai tujuan, ku liat sama-samar seseorang yang mirip dengan kenalanku, ya dia seperti seniorku, tetapi ku tak berani menyapa karna takut salah orang, salah satu aibku yang sudah jadi rahasia umum adalah pelupa, hahaha! Ternyata benar, orang itu adalah seniorku dulu waktu smp, aku mengira akan dapat tumpangan, aku salah besar, dia Cuma bertanya “sendirian?” aku pun membalas dengan anggukan kecil, dan dia pun berlalu.
            Aku menunggu lagi, setidaknya aku menunggu di tempat yang lebih terbuka, lebih bebas untukku bergerak, tak kusangka aku akan menjadi pusat perhatian para tukang ojek pengkolan, mereka menatapku layaknya hewan buas yang lapar dan hendak menyergap mangsanya, apa yang salah dari aku? Apa yang salah? Aku menunggu terlalu lama, sedangkan tatapan para tukang ojek masih menyudutkanku, hingga ada salah satu dari mereka menghampiriku, bertanya kepadaku, aku pengguna apl atau tidak, aku menjawab tanpa ragu-ragu “tidak” aku jujur akan hal ini, sedangkan bapak itu tak percaya kepadaku “aku di jemput kakakku, dan aku tak tau kakakku menjemputku dengan apa atau siapa” imbuhku, bapak itu masih menatapku dengan pandangan menakutkan
“disini tak boleh ada yang menggunakan aplikasi”
“aku tak tau pak, aku hanya disuruh menunggu di perak”
“adeknya mau kemana?”
hahaha!!
“tak tau pak! Aku hanya disuruh menunggu jemputan disini” nada suaraku naik satu oktaf, dan itu membuat si bapak pergi menjauhiku, meskipun masih menatapku dengan pandangan yang menusuk.
            Menunggu dan masih menunggu balasan chat dari kakakku, dia bilang akan order ojek online, sedangkan aku masih was-was di daerah sini, para tukang ojek pengkolan masih menatapku, dan itu membuatku risih, akhirnya aku mendapatkan nomer driver yang akan menjemputku,  aku menelponenya, mencari tempat aman untuk bisa menjemputku, menjauh dari Kawasan itu, menjauh dari tatapan menusuk para tukang ojek, aku berjalan lurus dan terus lurus, hpku berdering tanda ada chat yang masuk, aku kira dari kakakku ternyata dari driver ojek yang akan menjemputku. Saat ini aku dan mas driverya sama-sama ketakutan, sempat aku kira akan di batalkan pesananku, karena menghadapi masalah yang lumayan rumit ini, ternyata perkiranku salah, mas driver masih mau bertanggung jawab dan masih mengambil orderan ini, dengan nekad driver ojolya menjemputku, melepas semua atribut yang menunjukan kalau si masnya adalah driver ojek online, aku salut akan hal ini, aku dijemput sesuai kesepakatan, siapa sangka, tukang ojek masih mengejar dan mengicarku, menghampiriku yang dengan muka marah.

hahaha!!

“masnya driver ojek online ya!”
“tidak pak, ini adik saya”
“ini mas saya pak, beneran ini mas saya, saya bisa buktikan” aku pun menelpon kakakku, sayang sinyal yang susah menghambat ini semua, aku meliahat bapaknya yang mulai menggeledah sepeda dari sang driver
“loh pak, dia itu masku, kata kakak, aku di jemput mas buak kakak”
“gak mau tau, disini gak boleh ada yang pake aplikasi, sana naik angkot” bapak itu pun menghentikan sebuah angkot
“pak! Aku itu di jemput karena gak punya uang! Emang bapak mau bayarin aku?!” aku mulai hilang kesabaran dan nada suaraku mulai meninggi, tapi bapak itu masih keras kepala tak mau melepaskanku dan mas driver ojeknya,
“pak! Dia ini adikku, dan mau ke uinsa, itu jauh pak! Emang bapaknya mau bayarin angkutannya?! Saya bukan driver pak, ini saya pesan!, saya yang pesan!”  
“benar pak, dia ini mas saya, dan saya gak punya uang pak, saya nggak punya uang” aku pun mengiba dan berpura-pura hendak menangis, bukankah air mata perempuan itu meluluhkan?
Hahaha! Aku akui info soal air mata perempuan dapat meluluhkan hati itu benar-benar nyata, siapa sangka aku berakting seperti itu dapat melepaskanku dari bapak tukang ojek.
            Akhirnya aku bisa melanjutkan perjalanku dengan tenang, meskipun sumpah serapah telah ku ucapkan, mungkin lebih dari 3 bahasa, siapa yang tak emosi, hari sepanas itu harus berdebat masalah hal kecil, membuat makin panas keadaan aja, harusnya aku bersyukur juga, driver yang aku dapat sangat bertanggung jawab, masih muda dan enjoy, dari pada aku menggerutu dengan sumpah serapa di sepanjang jalan, aku pun memulai membuka topik dengan si driver, topik utamaku dengan si driver adalah photo profil yang di pajang di whatsapp, di sepanjang jalan kami berdebat akan keindahan gunung dan pantai, dia yang membela gunung lebih indah, dan aku yang membela senja di pantai tak kalah indah, mas nya berbagi pengalaman ketika mendaki gunung, membuatku ingat tentang  niatan menjadi pendaki gunung, tapi semua itu hanya wacana.
            Aku melewati tempat itu lagi, ya “wonokromo” dan itu mengingatkanku pada kejadian saat aku bersama mereka, bukankah aku kemarin malam sudah terbuka pada mereka? Harusnya aku tak perlu mengingat hal itu, sampai juga aku di uinsa, menunggu kakaku menyelesaikan mata kuliahnya, setidaknya aku tak perlu menunggu terlalu lama,
            Tak langsung pulang, terlalu panas untuk pulang disiang hari dengan perjalanan yang lumayan jauh, lebih baik pulang sore hari meskipun sampai rumah resiko magrib atau bahkan malam bila macet, serasa lama tak jumpa kakakku ingin ku menceritakan segalanya, tapi aku lebih memilih beristirahat dan akan menceritakan semuanya di perjalanan pulang saja.
Pertama kalinya pulang membawa oleh-oleh, hahaha! Selama ini aku tak pernah membawakan orang rumah oleh-oleh, ya tak mewah sih, Cuma kue lapis Surabaya, tapi kan berkesan lah, soalnya yang beli aku sama kakakku. Tak sesuai perkiraan, kami kira sampai rumah jam 5 ternyata lebih dari itu, di perjalanan aku menceritakan semuanya ke kakakku, ya tak semuanya sih, aku menceritakan tentang ukm yang aku ikutin saat ini, aku mendapat komentar tak terduga dari kakakku, bahkan dari teman kakakku, aku akui sekarang aku bimbang, tetapi bukankah “bila terlanjur basah, kenapa tak mandi sekalian?” semua pilihan ada di tanganku sekarang, dan aku bingung akan hal itu.
Senja sore di perjalanan sangatlah indah, menyesal aku tak bisa mengabadikannya. Jingga, dan abu-abu langit membuat kesan damai di sepanjang jalan, aku mungkin akan merindukan tempat dan suasana ini, akankah saat aku kembali ke madura, rindu tempat tinggalku akan menyiksaku? Tunggu saja saat aku kembali, ketempatku menimba ilmu.
Hal lucu yang aku alami saat telah sampai dirumah adalah, kakekku tak mengenali aku, hahaha! Berapa lama sih aku tak bertemu kakekku hingga beliau lupa dengan cucunya ini, setidaknya nenekku masih ingat aku, aku suka sekali saat nenek membelai rambutku, jarang sekali loh ada yang belai rambutku, serius!
Sudah cukup sampai disini untuk perjalanan pulangku, tak perlu aku menceritakan tentang seblak buatan sendiri yang rasanya begitu unik atau bahkan menceritakan debatku dengan orang tua masalah sepeda dan laptop, biarlah itu jadi kenanganku sendiri, karena kalau diketik itu capek.. hahahaha
                                                ARIGATOU 😊

Ini hanya tulisan



Inginku memaki diriku..
Menyalahkan semua pada diriku sendiri..
Inginku menertawakan apa yang terjadi padaku..
Menertawakan pengalaman pahitku..
Kau tau? Terkadang menertawakan pengalaman pahitmu dapan meringankan rasa sakitnya..

Ini hanya tulisan



Aku tak pernah membencimu..
Meskipun kamu sudah pergi dariku..
Mungkin hati kecilku tak benar benar rela kehilanganmu..
Tapi aku sadar kamu bukanlah untukku..
Maka izinkan aku menjadikanmu sebagai pelajaran hidup.. dan izinkan aku menjadikanmu sebagai kenangan manis di hidupku

Bodohnya Kau Manusia

Bodohnya Kau Manusia
                               by : Batu_Apung





Dendam.. dendam.. dan dendam
Iri.. iri.. dan terus iri
Kesal.. kesal.. dan kesal selamanya
Tercampur menjadi satu menciptakan suatu emosi di hati
Emosi yang dapat meledak dan menghancurkan

Dosa dosa yang berkumpul menjadi satu
Menggunung tinggi menjadi gunung dosa
Menyusahkan kerja sang kebajikan
Menggelapkan hati dan membutakan mata
Gelap lah sudah semuanya


Belumkah terlintas suatu penyesalan?
Belumkah terlintas kalau apa yang di lakukan tlah salah? 
Tak sadarkah kamu?
Bodohkah kamu wahai manusia?

Tanpa Judul


TANPA JUDUL
                                                  by : Batu_Apung





Mata yang menyiratkan segalanya
Tanpa suara, dia tlah mengungkapkannya
Rasa lelahnya, sesalnya, kekecewaannya akan hidup ini
Mengapa semua terlihat tak adil?
Mengapa keberuntungan tak pernah berpihak padanya?
Tak pantaskah dia ada di dunia ini?



Amarah, murka, iri dan benci terpupuk dalam hatinya
Ketidak terimaan akan hidup
Menggunung dan mulai memberontak
Apa yang bisa dia lakukan?
Dia hanya seseorang yang dipecundangi dunia
Tanpa hak , tanpa harga diri



Kemana dia bisa mencari jati dirinya?
sedangkan dia tlah tersesat dalam kegelapan?
Tak tau apa lagi yang harus dia lakukan
Mencari jawaban dan mencari arti
Tak tentu arah, tak tentu tujuan
Hingga tanpa sadar dia tlah mati dalam keputusasaan


Kisah Panjang, 2 Hari ku


Surabaya, 15-16 September 2018



Aku tak pernah menyangka akan melakukan hal ini lagi, sebuah perjalanan yang rasanya pernah aku lakukan, ada hal berbeda dari perjalananku kali ini, aku tak sendiri ataupun aku tak bersama seseorang, tapi aku bersama mereka, manusia manusia unik yang telah aku anggap sebagai keluargaku sendiri, meskipun sekarang aku mulai meragukan hal itu, apa aku benar-benar telah mereka anggap sebagai keluarga atau hanya sekedar mahasisawa yang ikut diklat SM? Haruskah aku peduli akan hal itu? Jawabannya jelas iya!.
Perjalanan kecilku ini dimulai dari kampusku Universitas Trunojoyo setelah magrib, akan aku ceritakan semua secara rinci disini, apa yang aku alami, apa yang aku rasakan, susah senang dan ilmu apa yang aku dapatkan dari perjalanku ini. Pejalanan yang menguak arti kehidupan meskipun dari awal aku tak pernah tau tujuanku kemana, mereka pun senasib denganku, tak tau arah tujuan, hingga sebuah arahan dari senior yang mengatakan harus berjalan kaki sampai pertigaan tempat dimana para bemo mencari pelanggan untuk diantar.
Kami berbekal seadanya, siapa yang tau, dari kami tak ada yang mandi bahkan menyentuh air untuk cuci muka pun belom, kami berbekal satu botol minuman dan uang 50 ribu per anak, apakah itu cukup untuk perjalanan teka teki ini? Aku rasa ‘mungkin’ cukup untukku, tak tau untuk yang lain, aku menduga kami akan dipisah, individual, ternyata aku salah, semua uang bekal kami, di kumpulkan menjadi satu, inilah rasa kekeluargaan itu mulai di uji, bagaimana kami bisa berangkat bersama dan pulang dengan selamat bersama, kami pun mulai berjalan menuju arahan dari senior, aku tak merasa perjalanku itu jauh, aku suka jalan kaki, meng eksplor jalan dengan kakiku, meskipun ada kalanya aku iri dengan mereka, yang bisa meng eksplor jalan dengan motor mereka.
Aku akui ini perjalanan pertamaku bersama orang banyak, aku lebih sering sendiri atau berdua bersama teman smk ku dulu, dia yang mengajarkanku keberanian untuk naik angkutan umum sendiri, mengajarkanku tentang etika saat naik bis, bahkan dia yang mengajariku cara mengenali orang baik atau buruk di dalam angkot, dia gadis yang manis dan tempatku belajar banyak tentang arti kehidupan.
Baru sadar aku, ternyata malam ini adalah malam minggu, aku melihat beberapa hal kecil ketika malam minggu, tapi aku merasa ada yang berbeda dari malam ini, kenapa tak seramai minggu lalu? Kenapa jalanan tak sepenuh minggu? Apa karena banyak mahasiswa yang menjadi merpati dan pulang kesangkarnya? Iri aku akan hal ini, kenapa aku yang susah pulang? Kenapa kakakku semudah itu pulang? Aku mulai sering berpikir kegiatanku selama ini kayaknya hanya sia-sia.
Setiap langkah kaki kami, selalu di iringi canda tawa, kami sadar, kalau hanya berjalan kaki dalam diam hanya akan membuat perjalananmu merasa jauh dan lelah, aku sangat suasana ini, aku merasa nyata, merasa benar-benar ada, mungkin ini rasanya di anggap ‘ada’ oleh orang banyak, indah dan menyenangkan.
Kami sampai di pertigaan seperti arahan senior, kami mulai menunggu datangnya angkot, lama, aku benci menunggu, menunggu itu membuatku sesak nafas dan merasa seolah semestaku menyempit bahkan tak muat untukku. Aku mungkin lupa untuk memperkenalkan ‘kami’ disini, kami terdiri dari, aku Intan, Widya, Badria, Irma, dan Senly, serta anak cowok yang terdiri dari Surya, Amir, Ikhwa, Yusron dan Safir. Kami pas bersepuluh meskipun aku sempat berharap adinda dan kiki dapat mengikuti kegiatan ini. Aku rasa bukan hanya aku yang benci menunggu tapi kami pun benci dengan kegiatan itu, dengan modal berani kami berniat ikut menumpang perjalanan dengan pick up, tapi kenapa senior tak mau hanya karena alasan kurang sopan? Kurang sopan dalam hal apa?. Seharusnya angkutan umum ramai lalu lalang di malam minggu, bukannya malam minggu banyak mahasiswa yang masih ingin pulang? Atau si supir tau kalau mahasiswa lebih banyak yang pulang di malam jumat dan malam sabtu?. Kami menunggu dalam ketidak pastian lagi, menunggu angkot lewat yang ntah kapan itu tak ada yang tau, aku kira ini akan lama ternyata tuhan berpihak pada kami, angkot sepi dan bisa di nego pun kami dapatkan.
Di dalam angkot sangatlah sempit, ini salah satu alasan kenapa aku benci naik angkot, tapi mau gimana lagi, transport yang murah hanya angkot, poor intan! Terasa sangat lama perjalanan menuju pelabuhan atau hanya firasatku saja karena aku tak suka berlama lama di dalam angkot, kenapa aku susah sekali untuk diam?, kenapa aku tak bisa stay cool seperti Surya atau kalem seperti Senly? Aku benci ke heningan, keheningan hanya akan membuatku berpikir bahwa aku itu tak nyata, tak benar benar ada di antara mereka, maka dari pada senior yang terus berbicara, aku pun mulai mengikuti alur pembicaraan mereka, mulai dari bahasan esai, puisi sampai ke novel favorit, pembicaraan kecil seperti ini sangat efektif untuk melupakan sejenak kalau sedang dalam perjalanan menuju pelabuhan.
Pelabuhan di malam hari, tiga kata terlintas di pikiranku “tak seperti terminal”. Aku mengira bahwa pelabuhan akan seramai terminal, ternyata aku salah, meskipun aku tetap melihat beberapa pedagang dan perempuan malam di pelabuhan, hal berbeda dari apa yang aku liat adalah para pemancing di sekitar pelabuhan, ombak se kencang ini apa ada ikan? ini juga pertama kalinya aku naik kapal di malam hari, firasatku sudah tak enak, karena aku benci terombang ambing di lautan, itu semua membuatku pusing dan mual, apalagi kapal di malam hari sangat menakutkan, lautan yang gelap tanpa cahaya menambah kesan menyeramkan, aku benar-benar benci laut. Sudah kuduga, aku akan mabuk laut, meskipun tak sampai muntah, hanya sekedar mual dan pusing, ditambah hembusan asap rokok dari ikhwa dan amir yang duduknya tepat dibelakangku, menambah rasa tak nyaman di perjalanan, aku berharap segera sampai di pelabuhan selanjutnya, aku memang lemah dalam hal menaiki angkutan umum.
Sampai di sini aku mulai tau tujuan dari perjalanan ini yaitu TP, Tunjungan plaza tempatnya kaum elit dan ber gengsi tinggi, aku belom pernah ke sini dan ini pertama kalinya aku kesini, pertama yang aku liat dari TP adalah orang orang keturunan kaum kulit putih dan sipit, kenapa sangat mendominasi?. dan siapa sangka tugas awal baru di mulai dari sekarang, kami di pecah menjadi 5 kelompok, cewek dan cowok setiap kelompok di beri tugas untuk berbaur dan mewawancai tanpa harus ketauan kalau kami adalah seorang mahasiswa, betapa susahnya berbaur dengan makhluk makhluk sosial berkelas tinggi sedangkan style kami layaknya orang kampungan masuk mall, ingin ku mengeluh karena setiap perjalanku selalu dapet tatapan buruk, apa mereka berpikir kalau aku annoying? Menjijikkan? Unik? Atau aneh? Susah menebak pikiran manusia meskipun dari tatapan mata mereka sudah terlihat sangat jelas. Aku bahkan lupa menyebutkan kalau aku di TP di pasangkan dengan ikhwa, postur tubuh yang tinggi dan tegap membuatnya terlihat seperti kakak, setidaknya style Ikhwa lebih mendukung dari pada aku, yang benar benar sukses untuk dinamakan wawancara adalah wawancara kepada cleaning service dan sekuriti, untuk pengunjung, jangan bertanya, aku gagal total, lebih banyak mendapatkan respon negatif, kenapa mereka banyak yang apatis?
Selesai sudah dari TP, senior memberi arahan lagi kepada kami, kemana tujuan kami selanjutnya? Menunggu lagi di halte, benar-benar malam yang menguji kesabaran, dengan kami, muka muka lelah yang bingung menunggu bus kota untuk ke tujuan selanjutnya, sebenarnya kemana arah tujuan kami? Apa itu hal yang dapat mengejutkanku? Jawabannya ternyata sangat simple yaitu Taman Bungkul, apa yang akan kami lakukan disini? Aku sudah menduganya kalau kami akan berbaur lagi, tak sama seperti kelompok yang telah di bagi di TP, aku mendapat partner berbeda yaitu amir, dia cowok yang banyak omong bila sudah kenal dekat, tetapi sangat pemalu dan susah mengawali suatu pembicaraan, susah-susah gampang berpartner sama Amir. Sampai saat ini aku lebih suka berbaur sendiri, susah bila Bersama partner karena partnerku saat ini sedikit susah untuk berbaur maka dari itu aku memilih sendiri dan menunggu partnerku menghampiriku untuk membantuku dalam mengumpulkan topik pembahasan, aku paling suka saat mewawancarai komunitas baca buku disurabaya. “TAMAN BACA MAHARDIKA” Namanya, pas banget aku bertemu orang yang ramah dan friendly seperti kak Gangsar, di liat dari tatapan mukanya, kak Gangsar sepertinya tau kalau kami mahasiswa tapi dengan sejuta alasan kami berbohong untuk menutupi hal itu. Hal buruk yang harusnya tak boleh aku lakukan, aku mulai bertanya tanya soal komunitas tersebut, mulai basa basi hingga hal serius seperti bisa kah aku membuka cabang komunitas baca buku untuk daerah kotaku, Lamongan? Kak Gangsar membalasnya dengan antusias “tentu saja boleh, kumpulkan anggota dan mari kita tingkatkan Indonesia membaca” oh sangat inspiratif sekali buatku. Wawancara berkesanku selanjutnya adalah saat aku mewawancarai nenek-nenek penjual kacang, demi apa aku yang tak punya uang harus mendapat pemberian dengan percuma dari seorang nenek? Harga diriku sebagai masyarakat yang mengerti keadilan sosial mana? Nenek tua penjual kacang itu terlalu baik, aku terharu melihat nenek masih berjualan di usia tak lagi muda, apalagi alasan nenek berjualan adalah alasan yang tak masuk akal, hanya ingin jalan-jalan katanya, demi apa menantu nenek tega meninggalkan nenek baik hati itu jualan sendirian, sedangkan anak dan cucunya sedang merantau mencari uang. Sungguh kehidupan sosial yang unik dan penuh inspirasi akan hidup. Ups! Aku lupa menceritakan pertemuanku dengan anak kecil yang bermain sendirian dan menunggu keluarganya berjualan sampai jam 3 dini hari, “lalu bagaimana sekolahnya?” pikiranku tertuju pada pertanyaan itu, ternyata hanya saat weekend anak itu bergadang sendirian dan bersenang senang sendirian. Apa ibunya tak takut anaknya hilang ya?.
Perjalanan masih berlanjut, padahal waktu sudah menunjukkan pergantian hari. Lelah, lapar, haus dan mengantuk, mungkin itu yang dirasakan oleh anak-anak, kalau aku tak merasa lelah, karena aku lebih suka jalan kaki dari pada naik angkot yang sesak, jalan dan terus berjalan, menyusuri trotoar yang ada, sepi pada malam itu mematahkan pendapatku tentang Surabaya itu kota 24 jam, nyatanya saat jam itu kendaraan yang berlalu Lalang sangatlah sedikit, untuk tipe anak yang tak bisa diam, malam itu sangat menyiksa, semua diam, terlalu fokus dengan rasa Lelah dan fokus ke jalan, bukankah dengan bersemangat malah membuat perjalanannya semakn singkat? Atau mungkin anak-anak mengantuk, kenapa aku belom capek? Kenapa aku tak seperti yag lain? Bisa diam tanpa menunjukkan banyak ekspresi yang over, aku sering bertanya pada diriku sendiri? Sifatku dapet dari mana? Sedangkan keluargaku bisa mengontrol ekspresi mereka agar tak berlebihan.
Perjalanan ini terasa sangat asing, semua diam sampai tujuan yang di maksud, dan ternyata ada maksud khusus dari diam itu, kami akan memasuki kawasan rawan, siapa sangka akan ada yang bertanya “siapa yang pernah berantem atau tawuran?” aku mulai mencerna maksud ini, ternyata benar, kami akan masuk kedalam Kawasan dunia gelap, sisi gelap Surabaya yang terkadang dipandang sebelah mata, ya “stasiun Wonokromo” aku Cuma tau apa itu Dolly, dan aku tak pernah tau kalau di Wonokromo ada tempat prostitusi seperti itu, dan partnerku sekarang adalah Yusron, wajahnya selalu menunjukkan ketidak semangatan, dia berjalan denganku memasuki wilayah tersebut dengan mata yang masih memerah karna mengantuk, “ku serasa berjalan dengan seorang pecandu” pikirku dalam hati, pertama kalinya memasuki daerah ini aku berpikir bahwa tempat ini elit, ternyata tak beda jauh dengan Waduk Gondang, tempat wisata yang ada di daerahku, tak seasik yang aku kira, aku yang tomboy dan biasa over tehadap apapun sedikit susah menyesuaikan diri dengan Yusron pertamanya, karena memang Yusron tipe pasif, yang tak mau terlihat mencolok, beda pemikiran denganku, ku mulai mencoba dengan tak tik awal, yaitu membaur menjadi cewek nakal yang masih mengenakan hijab, ya mungkin perempuan bayaran mengira aku anak sma, dan respon pertama yang aku dapat adalah “anak lebay” dan tatapan jijik kearahku, oh, apa yang salah dari aku? Apa karena aku terlalu berbaur atau emang karena aku salah kostum? Marah yang aku rasakan, aku tak suka di ejek oleh orang yang lebih rendah dari pada aku, tapi aku sadar, “jangan pernah macam-macam di kendang musuh” aku pun melanjutkan perjalananku, menyusuri rel kereta api dengan Yusron, sesekali aku duduk dengannya di sebuah taman kecil, dia merokok dan aku melihat sekeliling, terlalu banyak cowok kencing sembarangan, sebenarnya aku biasa akan hal itu, tapi aku bertingkah seolah olah malu melihat akn hal itu, aku pun mendekat ke Yusron, seolah merasa risih dengan banyaknya pria yang kencing sembarangan, satu puntung rokok telah dihabiskan oleh Yusron, aku melihat sekeliling lagi, untuk mengamati sekitarku, “ramai” pikirku banyak pria dan wanita, bahkan berbagai umur, meskipun aku belum pernah melihat anak sebaya denganku atau lebih muda denganku yang menjajakan dirinya, aku melihat yang lain juga berusaha membaur, meskipun terkesan kaku, tapi aku salut pada teman-temanku yang bias aku bilang saudara-saudariku. Bahkan niat awalku itu mencari warung untuk mengcharger hpku, hpku sekarat, tapi ternyata warung di Waduk Gondang lebih baik, disini cuma ada warung biasa, warung bapak bapak yang tanpa wifi dan tanpa colokan listrik, pantas saja aku belom melihat anak muda menjajakan diri disini, mereka lebih memilih club malam yang memang lebih asik. Untuk warung, aku tetap pilih pilih soal penjual karena aku sadar, penjual perempuan lebih menghormatiku dari pada penjual pria, hanya satu yang aku takutkan, aku takut diracun atau bahkan takut dikasih obat tidur, aku tak siap untuk hal itu, dan aku belum sepenuhnya percaya kalau Yusron dapat menjagaku. Aku pun menemukan warung yang terlihat terang, itu lebih aman dari pada warung lain yang pencahayaannya remang remang, Yusron dan aku memesan kopi hitam, sambil menunggu kopi yang dibuat oleh ibu penjual, seseorang datang padaku, seorang ibu yang aku pikir umurnya tak sampai 40, ibu itu cantik, tapi kenapa di menghampiriku? Ternyata ibu itu berniat baik, bertanya padaku apa aku seorang pekerja atau pengunjung biasa, aku bingung mau menjawab apa, diamku pun diketahui oleh ibu itu, sang ibu berbisik lirih “dek, tempatmu bukan disini, adek masih muda, kalau sampai ketahuan petugas kasihan adek dan keluarga adek,” dan ibu itu mulai memarahi Yusron, aku cuma mendengarkan ocehannya, “harusnya adek gak mau diajak ketempat seperti ini, cari tempat yang lebih layak”. Baik hati ibu ini, terbuka terhadapku, aku tak perlu takut akan hal ini, rasa hangat kekeluargaan dan tatapan keibuan aku dapatkan dari ibu ini. Ibu itu bilang kalau aku sama seperti anaknya, hatiku tergetar, “ibu yang sangat sayang pada anaknya” pikirku, dan sang ibu pun mulai bercerita tentang kehidupannya, pahit manisnya hidup, susahnya kehidupan menjadi single parent dengan anak 9, anak yang sangat banyak menurutku, sedangkan ibu hanya kerja seperti ini, menjual diri kepada pria hidung belang. Aku suka suara ibu saat menyanyi, aku berpikir, kalau ibu menjadi biduan dangdut bukannya lebih baik dari pada pekerjaan ini? Aku akui sangat-sangat terharu dengan cerita sang ibu, matanya yang memerah hendak menangis tapi air mata tak mau turun lagi, setiap ceritanya yang menggetarkan hati dan jiwa, aku tak suka topik ini terlalu menusuk hati, sang ibu pun tau kalau topik ini sangat tak cocok untukku, ibu itu mengalihkan topik dengan mengeluarkan hpnya dan menunjukkan beberapa foto anaknya, mulai dari anak yang pertama hingga terakhir, aku sangat suka anaknya yang terakhir, terlalu imut, polos dan tanpa dosa, setiap fotonya menggambarkan kebahagiaan sanga nak yang tak tau kalau ibunya berkerja menjadi wanita bayaran, anak-anak ibu masih lah sangat muda, bahkan anak pertama sang ibu baru saja naik kelas 3 sma, pengorbanan mati-matian sang ibu kepada anak-anaknya, aku salut pada ibu itu aku berharap anaknya sukses dan mampu membahagiakan sang ibu, aku masih betah di warung itu, melihat sekeliling dansesekali bercanda dengan Yusron, hingga aku melihat seorang pria hidung belang mendekati sang ibu tadi, aku sedikit menjauh dari ibu itu, tetapi masih mencoba mendengarkan pembicaraan sang ibu dan pria itu, hingga aku sadar arah pembicaraan mereka adalah harga untuk si ibu, aku mendengar nominal “90ribu” ya Allah, itu bayaran murah akan hal ini, bukannya resiko yang di dapat sangatlah besar? Kena si ibu mau dengan bayaran segitu, tak ampu menahan emosi yang bekecambuk didalam dada, aku pun mengajak Yusron untuk berpindah tempat, berjalan lurus menyusuri rel lagi, sesekali bercanda dan membicarakan hal apapun, melihat sekeliling, sambil menunggu waktu yang disepakati diawal, ya aku hanya duduk di samping Yusron, bercerita soal ini itu.

Sampai waktu yang disepakati, kami mulai bertukar cerita, pengalaman selama berada di Wonokromo, apa yang kami peroleh dari lokasi tersebut, pengalaman dari saudara-saudaraku menarik juga, aku masih suka pada pengalaman yang Surya dapatkan. yaitu bapak-bapak berpeci dan bersarung sangat-sangat terlihat agamis, ternyata tukang candu video porno “jangan nilai sesuatu dari covernya” pepatah yang cocok untuk apa yang diceritakan oleh Surya, untuk Ikhwa, aku lumayan kasian sama dia, karena baru pertama kali masuk, dia sudah di peringatkan oleh petugas, bukannya style Ikhwa sangat mendukung untuk jadi badboy? Para membaca harus tau, aku bukan lah tipe orang yang sabaran, aku sering menyela omongan demi omongan, aku akui itu tak sopan, tapi aku benar-benar kurang sabaran akan hal ini, akhirnya waktuku untuk bercerita, aku menceritakan semuanya pada saudara-saudara seangkatan dan para senior, hingga kami membuka forum sendiri dengan topik, “prostitusi di Indonesia” kami membuka pikiran akan hal itu, sampai suatu pembahasan yang membuat mentalku melemah dan terguncang, aku akui ketua forum ini bias membaca gerak gerikku yang tak nyaman akan topik ini, kami membahas tentang “LGBT”, aku sudah mengira kalau hal ini akan di singgung, dan aku sudah mengira kalau ada salah satu dari kami yang tak mau membuka mata dan pikirannya, aku tak mampu melanjutkan topik ini di forum yang katingku buat sekarang, air mataku mengalir sebelum aku benar-benar bisa merangkai kata untuk beragumen, aku tak mampu, aku mersaa terhakimi, padahal tak ada yang benar-benar menghakimiku, ku tak suka bila ada yang bilang LGBT adalah gangguan jiwa, maaf ini hanya masalah gangguan sexsual, mereka sadar sepenuhnya sadar, harusnya para pembaca tau, tak semua LGBT mau menjadi seseorang yang mengalami gangguan itu, ada banyak faktor yang mengakibatkan hal itu, dan aku benar-benar tersinggung bila ada yang menganggap LGBT itu gangguan jiwa atau bisa dibilang gila, mengapa kalian bisa se enak itu meng-cap seorang LGBT itu gila? Kenapa kalian para pembaca atau yang tak suka dengan LGBT mencarikan solusi atas masalah mereka? Terbukalah, dengarkan kata hati mereka.
Adzan shubuh berkumandang, tapi perjalanan masih terus berlanjut, aku masih  mencoba mencerna keadaan, dengan mata yang sembab dan Lelah, membuatku tak fokus akan keadaan, sampai aku sadar kami turun di pasar waru. Aku suka mengamati orang-orang di pasar, beragam karakter disana, tugas kali ini yang kami dapatkan adalah berbaur dan mewawancarai pedagang serta pembeli di pasar ini, oh ini mungkin akan menjadi hal yang mudah buatku, aku telah belajar banyak akan hal ini, ingatlah bahwa warga Indonesia itu ramah-ramah katanya, “murah senyum, dan sopanlah, maka orang lain akan sopan terhadapmu” aku memang jarang ke pasar, tapi untuk hal ini sangatlah biasa buatku, aku mengamati teman-temanku yang sibuk dengan urusan mereka sedangkan aku yang sibuk menjalin hubungan dengan pasar dan para pedagang disini, aku diterima dengan baik, meskipun tak semua pedagang meresponku positif, setidaknya aku sudah bersopan dan membangun image baik pada saat itu, partner untuk saat ini adalah Safir, tak sopan sih tapi aku bilang ke dia untuk berpencar dan ketemu lagi di tempat yang sudah aku dan safir sepakati, tau betapa susahnya berbaur dengan membawa tas ransel di punggung? Sedangkan taka da yang boleh tau kalau kamu seorang mahasiswa, setelah pembagian tugas, mataku tertuju pada seorang ibu yang sedang membuat kerajinan tangan tanpa bantuan mesin, aku hampiri ibu itu, “ramah” kesan pertama yang aku dapatkan, aku pun memuji sang ibu dan bertanya akan hal ini itu, membantu sang ibu berjualan hingga mendapatkan pembeli yang minat dengan dagangan si ibu, Alhamdulillah, seperti apa yang aku katakan di awal, “anda sopan, orang lain pun akan sopan” aku hamper dapatkan terang bulan gratis, ya meskipun kata orang rezeki gak boleh ditolak, aku merasa tak pantas mendapatkan kebaikan dari si penjual terang bulan itu. Dan ternyata berpencar dengan Safir sedikit merugikan aku, aku kehilangan arah, mencari yang lain tetapi belum ketemu juga, sampai aku harus istirahat di warung kopi, dan bertemu dengan pelanggan orang sunda yang tak seberapa paham Bahasa jawa, pemilik warung itu sangatlah ramah, aku bercengkrama dan bertanya akan hal ini itu, murah senyum dan humoris, meskipun ketika bapak pemilik warung bertemu dengan temannya humornya berubah jadi frontal.. bukankah tugasku di pasar ini sudah selesai dan aku masih belom bias menemukan dimana Safir, aku pun menyerah untuk mencarinya, lebih memilih menunggu dia yang datang menghampiriku.
Kata senior, ini akan jadi perjalanan terakhir di hari ini, satu tempat lagi dan kami akan bebas, kali ini kami berjalan kaki kembali, aku sudah menduga kalau kan ke terminal, tapi apa yang akan kami lakukan di terminal? Dengan siapa kami akan membaur dan wawancara?, pertanyaan kami pun terjawab, yaitu dengan supir, penumpang, dan pedagang asongan, sisa satu cowok yang belum berpartner dengan aku, yaitu Surya, dan ya memang dia yang akan menjadi partnerku, Surya sangat totalitas dalam membaur aku salut dengan dia, terlalu membaur,dengan postur tubuh dan style yang sangat-sangat mendukung, sedangkan aku pergi ke tempat kumpulnya pedagang asongan, dengan pembicaraanku bersama perempuan yang bekerja sebagai pedagang asongan, aku mendapat pelajaran kalau terminal sangatlah tak aman untuk perempuan, apalagi perempuan muda sepertiku, penculik, penipu, pencopet dan lainnya banyak di terminal, maka saran yang aku dapatkan adalah carilah tempat yang benar-benar memberimu keamanan, karena perempuan itu sesuatu yang harus dijaga.
Sepertinya semua telah selesai, apa benar-benar selesai? Ya! Sekarang tinggal kami menceritakan apa yang kami dapatkan dari lokasi pertama sampai terakhir, aku suka bagian ini, belajar dari pengalaman orang lain, menyimpulkan hal itu dan sesekali memikirkan serta mendiskusikan hal itu, bukankah itu lebih menyenangkan dari pada menulis dan membaca? Tapi terkadang mendengarkan juga termasuk hl yang membosankan, tergantung dari cara penyampaiannya, bagian terakhir dari perjalanan ini adalah, kami semua “GAGAL” aku tak heran akan hal itu, karna aku akui tak bisa mengontrol salah satu kelakuan burukku saat diklat ini, tapi aku tetap mengatakn pada diriku sendiri “AKU BERHASIL” karna aku mendapatkan hasil yang memuaskn dari perjalanan ini.

ARIGATOU 😊

Lirik Lagu BAD LIAR | IMAGINE DRAGON

LIRIK LAGU IMAGINE DRAGON "BAD LIAR" Jadi sekarang itu aku lagi seneng banget sama lagu Bad Liar milik Imagine Dragon.. ...