AKU? JADI TEAM SUKSES? HAHAHAHA!
Saya akui, kaget juga mendapat chat dadakan setelah WhatsApp saya kembali normal, chat yang meminta saya menjadi team sukses suatu paslon dalam pemilihan. Saya tak berminat dalam hal ini, saya tidak tau orangnya langsung dan itu cukup membuat saya berpikir bahwa golput adalah pilihan yang bagus. Saya hanya tau paslon satunya, karena dia salah satu anggota “keluarga” yang cukup besar dan berpengaruh di kampus saya. Ternyata setelah saya telusuri kedua paslon sama-sama dari “keluarga” yang berpengaruh di kampus, maaf sebelumnya saya tak mencari info yang lebih dalam mengenai kedua paslon.
Setelah beberapa kali chat dengan dia, dia mengajak saya untuk hadir dalam suatu forum dengan beberapa orang yang “katanya” sepemikiran, oke saya setujui ajakan tersebut, saya mulai penasaran dengan forum yang akan diadakan nanti, apakah ada unsur, hasutan? nyinyir? Bahasan “keluarga” atau hal yang sudah terduga maupun tak terduga.
Dua “keluarga”, dua paslon, dua kandidat, dan saya harus memilih salah satu diantara mereka, apakah saya akan menjadi tim sukses dari “keluarga” ini, “keluarga” satunya atau malah saya tetap menjadi golongan netral tanpa “keluarga” dan tak memilih? Dalam hal ini, kerumitan mulai muncul, mungkin gara-gara story WA tak sengaja saya, menjadikannya bumerang bagi saya, antara penyesalan dan membuat saya makin tertantang untuk lebih tau tentang “keluarga” mereka, lebih tau tentang sisi kelam suatu pemilihan, dan berbagai macam kampanye yang dilakukan oleh calon-calon pemimpin ini.
Sesuai dugaan saya, saya secara tidak langsung dijadikan calon kader antara dua kubu dikarenakan posisi saya sebagai komting, mungkin mereka mengira saya sangat berpengaruh dikelas dan mereka bisa dengan mudah mendapatkan suara dari anggota kelas saya. Akan tetapi setelah saya bertanya dengan anggota kelas saya memang di pecah menjadi 3 kubu. pemilih Paslon nomer satu sangat dominan dikelas, wajar sih, soalnya mereka kebanyakan satu “keluarga”. Sedangkan anak yang tetap menjadi netral pun tak sedikit, mereka mengira, seandainya memilih ini atau itu, takut terjadi suatu perpecahan. Dan saya disini sebagai komting juga harus bersikap tegas, meskipun terdapat banyak ajakan, hasutan, dan lain sebagainya dari tim sukses kedua paslon. Saya bingung, saat saya mengatakan tetap netral, saya dikatakan munafik, munafik dalam hal apa? Toh saya tidak tau mereka berdua cocok sebagai pemimpin atau tidak, dan hak pilih tetap ditangan saya. Satu hal lagi yang membuat saya bingung, kenapa banyak yang mengira sebagai seorang anggota “keluarga”? Kuning mengira saya hijau, sedangkan hijau mengira saya kuning. Sekali lagi maaf, saya tim netral tanpa memandang kubu, dan hak pilih tetap dipegang setiap orang tanpa harus mendengar hasutan atau lain sebagainya.
No comments:
Post a Comment